Home / News / Kesejahteraan Kerja di Indonesia Rendah: Pentingnya Pelatihan untuk Perbaikan

Kesejahteraan Kerja di Indonesia Rendah: Pentingnya Pelatihan untuk Perbaikan

Training Indonesia | 22 April 2025

Skor Kesejahteraan di Tempat Kerja Indonesia: Peringatan bagi Perusahaan 

 

Data terbaru tentang kesejahteraan di tempat kerja secara global menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal dalam beberapa aspek utama seperti produktivitas karyawan, dukungan organisasi, dan keterlibatan kerja. Laporan Workplace Wellbeing 360 Report 2025 mengungkapkan bahwa skor produktivitas karyawan di Indonesia hanya 43,48%, jauh di bawah rata-rata global yang mencapai 46,08% (Intellect, 2025). Selain itu, kesejahteraan karyawan di Indonesia hanya mencapai 53,26%, tertinggal dari Malaysia (67,89%) dan Singapura (68,23%) (Intellect, 2025). 

 

Tren ini cukup mengkhawatirkan—di saat kesejahteraan karyawan meningkat secara global, tingkat produktivitas di Indonesia justru stagnan. Laporan tersebut juga menunjukkan bahwa presenteeism di Indonesia mencapai 41,2%, lima kali lebih tinggi dibandingkan tingkat absenteeism yang hanya 7,69% (Intellect, 2025). Artinya, banyak karyawan yang hadir secara fisik tetapi tidak terlibat secara mental dalam pekerjaannya. Sebagai perbandingan, Jepang memiliki tingkat produktivitas karyawan tertinggi (55,62%) dengan tingkat presenteeism yang jauh lebih rendah, menunjukkan adanya hubungan langsung antara kesejahteraan mental dan produktivitas. 

 


 

Dampak Buruk dari Kesejahteraan Kerja yang Rendah 

Tingkat absenteeism dan presenteeism yang tinggi menyebabkan kerugian miliaran dolar bagi bisnis secara global. Rata-rata biaya absenteeism per karyawan per bulan mencapai USD 318, sementara presenteeism mencapai USD 990—tiga kali lipat lebih besar (Intellect, 2025). Di Indonesia, skor manajemen stres juga masih di bawah rata-rata global (50,98% vs. 58,62%), yang berimbas langsung pada produktivitas (Intellect, 2025). 

Minimnya pelatihan manajemen stres berkontribusi pada rendahnya keterlibatan kerja. Banyak karyawan Indonesia melaporkan bahwa mereka merasa terbebani dengan tugas yang menumpuk, yang akhirnya menyebabkan kelelahan (burnout) dan turunnya motivasi kerja (Oxford Wellbeing Research Centre, 2023). 

Sebuah studi oleh Johns (2010) menemukan bahwa tekanan mental jangka panjang dapat menyebabkan penurunan produktivitas hingga 40% per tahun. Organisasi yang tidak berinvestasi dalam kesejahteraan karyawan berisiko mengalami tingkat pergantian karyawan yang tinggi. Di Indonesia, biaya rekrutmen akibat pergantian karyawan bisa meningkat hingga 25% per tahun (Howard, Howard, & Smyth, 2012). Artinya, investasi dalam kesejahteraan karyawan bukan hanya keputusan etis tetapi juga strategi bisnis yang bijak. 

 


 

Peran Kepemimpinan dalam Kesejahteraan di Tempat Kerja 

Kepemimpinan memiliki peran besar dalam menciptakan budaya kesejahteraan di tempat kerja. Studi menunjukkan bahwa organisasi yang pemimpinnya aktif dalam mempromosikan kesehatan mental mengalami peningkatan keterlibatan karyawan hingga 30% dibandingkan dengan organisasi yang tidak melakukan hal tersebut (Baran, Shanock, & Miller, 2012). 

Namun, di Indonesia, hanya 47% karyawan yang merasa didukung oleh pimpinan mereka dalam hal kesejahteraan mental (Intellect, 2025). Oleh karena itu, pelatihan bagi para pemimpin sangat penting untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan inklusif. 

Di Training-Indonesia.org, kami menawarkan program Leadership Wellbeing Coaching yang dirancang untuk membantu manajer membangun budaya kerja yang mendukung kesejahteraan mental karyawan. 

 


 

Solusi: Investasi dalam Pelatihan Kesejahteraan Kerja 

Salah satu cara paling efektif untuk meningkatkan kesejahteraan kerja adalah melalui pelatihan yang berfokus pada kesehatan mental, manajemen stres, resiliensi, dan kepemimpinan. Studi dari University of Oxford Wellbeing Research Centre menunjukkan bahwa perusahaan dengan program kesejahteraan yang kuat tidak hanya lebih produktif tetapi juga lebih menguntungkan (Oxford Wellbeing Research Centre, 2023). Organisasi yang memprioritaskan kesejahteraan mental karyawan bahkan dapat memperoleh ROI hingga 1.543% berkat peningkatan kinerja dan pengurangan absenteeism (Intellect, 2025). 

 


 

Manfaat Pelatihan Kesejahteraan Kerja 

  • Peningkatan Produktivitas – Karyawan yang menerima pelatihan manajemen stres dan mindfulness mengalami peningkatan fokus dan efisiensi hingga 20% (Xanthopoulou, Bakker, Demerouti, & Schaufeli, 2009). 

  •  Pengurangan Burnout – Organisasi yang menerapkan program kesejahteraan mengalami penurunan kasus burnout hingga 25% (Johns, 2010). 

  •  Dukungan Organisasi yang Lebih Kuat – Perusahaan dengan program kesehatan mental yang terstruktur mengalami peningkatan retensi karyawan hingga 35% (Baran et al., 2012). 

  •  Keterlibatan Karyawan yang Lebih Tinggi – Kesejahteraan mental berkorelasi langsung dengan keterlibatan kerja, yang berkontribusi pada peningkatan inovasi dan kreativitas di tempat kerja (Howard et al., 2012). 

 


 

Di Training-Indonesia.org, kami menyediakan berbagai program pelatihan kesejahteraan yang disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan di Indonesia: 

  • Pelatihan Manajemen Stres & Resiliensi – Membantu karyawan mengelola tekanan kerja dan mencegah kelelahan (burnout). 

  • Program Mindfulness & Keseimbangan Hidup-Kerja – Meningkatkan pengendalian emosi dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat. 

  • Pelatihan Kepemimpinan Berbasis Kesejahteraan – Memberdayakan pemimpin untuk membangun budaya kerja yang mendukung dan produktif. 

  • Pertolongan Pertama Kesehatan Mental untuk Bisnis – Melatih tim HR dan manajer dalam mengenali tanda-tanda awal gangguan mental dan memberikan dukungan yang tepat. 

Dengan skor kesejahteraan di tempat kerja Indonesia yang masih di bawah standar global, sekarang adalah saat yang tepat bagi perusahaan untuk bertindak. Investasi dalam pelatihan kesejahteraan karyawan bukan hanya tugas HR—tetapi strategi bisnis untuk pertumbuhan dan daya saing jangka panjang. 

Siap meningkatkan kesejahteraan di tempat kerja Anda? Jelajahi program pelatihan kami di Training-Indonesia.org dan mulailah perjalanan menuju lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif! 

 


 

Reference:

  • Baran, B. E., Shanock, L. R., & Miller, L. R. (2012). Advancing organizational support theory into the twenty-first century world of work. Journal of Business and Psychology, 27(2), 123–147. https://doi.org/10.1007/s10869-011-9236-3

  • Howard, J. L., Howard, J. W., & Smyth, R. (2012). Workplace wellbeing and employee turnover: The cost of neglect. International Journal of Human Resource Management, 23(5), 987–1005. https://doi.org/10.1080/09585192.2011.561236

  • Intellect. (2025). Workplace Wellbeing 360 Report 2025. Intellect Pte Ltd.

  • Johns, G. (2010). Presenteeism in the workplace: A review and research agenda. Journal of Organizational Behavior, 31(4), 519–542. https://doi.org/10.1002/job.630

  • Oxford Wellbeing Research Centre. (2023). The economic impact of workplace wellbeing programs: A global analysis. University of Oxford.

  • Xanthopoulou, D., Bakker, A. B., Demerouti, E., & Schaufeli, W. B. (2009). Work engagement and financial returns: A diary study on the role of job and personal resources. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 82(1), 183–200. https://doi.org/10.1348/096317908X285633

  • Photo by Anna Tarazevich: https://www.pexels.com/photo/a-woman-wearing-a-smartwatch-holding-a-smartphone-6173668/